Selasa, 29 Juni 2021

Management Insight : Emma Sri Martini - Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero)

Pengantar redaksi :

Pandemi COVID-19 belum berakhir di Indonesia. Kondisi ini tidak membuat Pertamina sebagai pengelola energi nasional hanya berdiam diri untuk mempertahankan kinerjanya. Berbagai upaya dilakukan BUMN ini untuk bangkit sejak Maret tahun lalu, salah satunya dengan melakukan transformasi holding-subholding. Bagaimana hasil yang diperoleh Pertamina selama tahun buku 2020 dan bagaimana BUMN ini menghadapi tantangan 2021? Berikut penuturan Direktur Keuangan Pertamina, Emma Sri Martini kepada Energia, Jumat, 25 Juni 2021.

Setelah mengalami triple shock akibat pandemi COVID-19 pada semester 1 tahun 2020 yang menyebabkan Pertamina mengalami kerugian hingga Rp11 triliun, BUMN ini segera bangkit dan berhasil meraih laba hingga Rp15 triliun pada akhir tahun buku 2020. Apa upaya yang dilakukan Pertamina hingga kinerja keuangan menjadi positif? 

Semester I tahun 2020, kami betul-betul terpukul karena mengalami triple shock yang berakhir rugi di first half sekitar Rp11 triliun. Namun bukan berarti kami tidak melakukan upaya apapun pada saat itu.

Karena sejak Maret 2020, kami sudah bergerak cepat. Kami melakukan langkah langkah mitigasi dan itu menjadi bekal bagi kami untuk bisa survive sepanjang 2020.

Pertama, kami melakukan efisiensi biaya operasional. Kami langsung melakukan mengurangi Operating Expenditure (Opex) sebesar 30 persen atau sekitar US$3 miliar. Kedua, membuat skala prioritas terhadap Capital Expenditure (Capex) sekitar 23 persen atau sekitar US$1,7 miliar. Setidaknya, kami menghemat sekitar US$4,7 miliar.

Ketiga, yang tidak kalah penting adalah kami melakukan intervensi terhadap ekosistem kami, yaitu third party, partner bisnis kami, contohnya SPBU atau pelanggan lainnya, dengan menggulirkan berbagai program, seperti diskon, term of payment yang lunak, kredit dengan jangka waktu yang lebih panjang.

Ini kami lakukan agar ekosistem kami tetap bertahan di masa pandemi. Karena saat pandemi demand sangat turun. Kalau tidak dibantu, kondisi ini makin mempengaruhi pendapatan kami yang mengalami penurunan sangat signifikan.

Intervensi dilakukan juga untuk mitigasi risiko kurs. Dengan pelemahan rupiah yang demikian tajam, kami diberikan pembayaran kompensasi HJE sehingga memiliki luxury untuk bisa melakukan mitigasi kurs currency melalui natural hedging dengan konversi IDR ke US$. Itu sangat membantu kami untuk bisa membukukan positif laba di akhir tahun buku 2020. Kami juga melakukan regenoisasi kontrak.

Jadi momentum COVID-19 kami manfaatkan untuk bisa melakukan revisi terkait dengan operating model, reformasi business process, efisiensi, sekaligus transformasi. Hal tersebut kami wujudkan pada Juni 2020. Pada bulan tersebut, kami resmi membentuk subholding agar kegiatan operasional kami lebih transparan dan efisien.

Secara tidak langsung, pandemi menjadi faktor pendorong bagi Pertamina untuk melakukan percepatan digital transformation di berbagai aspek. Ini salah satu faktor yang membuat kami bisa tumbuh kembali di kuartal 3 dan 4 sehingga berakhir dengan laba positif di akhir tahun.

Kami juga melakukan strategi time to buy ketika harga crude turun drastic sehingga pada saat harga crude mulai naik, stok crude kami cukup terjaga aman hingga akhir 2020. Itu strategi kami untuk bisa bertahan dan akhirnya survive melewati 2020 dengan laba kurang lebih US$1 miliar.

Apa tantangan terbesar yang dihadapi Pertamina dalam mengembalikan kinerja keuangan? 

Kami bersyukur triple shock bisa dihadapi Pertamina dengan baik, bahkan sangat baik. Karena banyak NOC/IOC yang membukukan kerugian, hanya satu atau dua yang membukukan positif pada tahun buku 2020. Ini membuktikan bahwa dengan berbagai tantangan yang dihadapi, Pertamina mampu bangkit dengan indikator finansial yang terjaga cukup baik.

Seperti diketahui, di tengah pandemi, semua NOC dan IOC tingkat leverage ratio naik cukup tajam, termasuk Pertamina. Namun cash reserved kami cukup baik dibandingkan NOC IOC lain. Walaupun demikian, Pertamina tetap harus waspada karena tantangan 2021 jauh lebih besar.

Kami pikir 2020 adalah masa tersulit, ternyata 2021 memiliki tantangan lain lagi. Tahun ini demand sudah mulai meningkat, harga crude sudah mulai merangkak naik, bahkan jauh di atas asumsi RKAP kami. Inilah tantangannya. Kami belum dapat menyesuaikan dari sisi aspek produk BBM. Sehingga dari sisi revenue, kami masih ketinggalan kenaikannya dibandingkan kenaikan dari sisi COGS atau harga pokok produksinya. Ini adalah tekanan tersendiri. Kami harus bisa survive di tengah situasi yang seperti ini dan tetap bisa mencapai target RKAP 2021. Badai memang belum berlalu, bahkan tahun ini lebih berat dibandingkan tahun sebelumnya. Namun kita tidak boleh patah semangat untuk menghadapinya bersama-sama.

Bagaimana progress restrukturisasi Pertamina Group setelah bergulir 1 tahun? 

Juni 2020, pemegang saham memutuskan untuk membentuk enam subholding. Selama ini operasio nal subholding masih beradaptasi karena karena beluim ada perpindahan aset ataupun kontrak bisnis secara legal kepada subholding. Alhamdulillah, perkembangannya pemerintah selaku shareholder dan stakeholder dari berbagai kementerian sangat mendukung hingga ke level regulasi. Ini menunjukkan komitmen dan dukungan pemerintah sungguh luar biasa besar nya kepada Pertamina.

Ini menjadi satu tanggung jawab bagi Pertamina untuk memberikan kontribusi terbaik bagi negara. Karena pemerintah sudah mendukung pelaksanaan restrukturisasi Pertamina sejauh ini. Tentunya harapan besar tertumpu kepada Pertamina. Inilah awal perjalanan Pertamina untuk bisa berkontribusi lebih besar lagi bagi negeri ini.

Restrukturisasi menjadi enam subholding agar kekuatan Pertamina dikelompokkan sesuai klasternya. Sinergi pun menjadi optimal karena kekuatan dan benefit yang diperoleh jauh lebih besar. Dengan dibentuknya subholding, mereka akan disiplin menjaga performa masing-masing karena transparansi akan meningkatkan akuntabilitas dan corporate governance. Tentu ke depannya akan jauh lebih mudah untuk menarik mitra strategis karena lini bisnis sudah terklaster dengan baik.

Selama satu tahun pascapembentukan subholding virtual hingga saat ini, terlihat beberapa kinerja yang menunjukkan perbaikan dan efisiensi. Contohnya, di hulu ada resource sharing sehingga ada efisiensi biaya antar-WK yang selama ini masih terkotak-kotak.

Ke depan beberapa corporate action akan kami lakukan dengan pendekatan per klaster sehingga unlock value menjadi lebih optimal, menarik strategic partner atau investor menjadi lebih

mudah dan pendanaan pun menjadi lebih banyak opsinya. Selain itu, restruktursasi ini membuat subholding lebih independen, agile dan best pratices. NOC atau IOC lain pun melakukan hal yang sama. Mereka mengelompokkan lini bisnisnya berdasarkan klaster, kemudian masuk market IPO untuk unlock value. Jadi we are on the right track.

Dalam beberapa tahun terakhir, sinergi bisnis dengan berbagai pihak dijalankan Pertamina. Di bidang finansial, bagaimana sistem yang diterapkan Pertamina dengan mitra bisnisnya? 

Kalau selama ini mungkin kebanyakan funding dilakukan di level holding. Pasca dibentuknya legal di subholding, semua dilakukan di level subholding bahkan bila memungkinkan di level anak subholding.

Kami juga melakukan strategic partnership. Misalnya, karena sudah di cluster, kalau terkait refining business, pastinya akan masuk ke KPI. Nanti dilihat lagi KPI inginnya ke project Balikpapan atau Tuban yang mana itu nanti bisa distrukturisasi menjadi joint venture tersendiri sesuai kesepakatan dengan investor. Fleksibilitas atas struktur proyek dan pendanaan menjadi lebih terbuka dengan dibentuknya subholding seperti ini.

Apa fokus utama kinerja Direktorat Keuangan tahun ini? 

Tahun ini tantangan yang kami hadapi jauh lebih sulit karena Pertamina harus bisa menutupi shortage dari revenue yang kita tidak bisa peroleh dari penjualan BBM dengan berbagai intervensi lainnya atau dengan berbagai transaksi substitusi lainnya. Itu merupakan tantangan terbesar kami di Direktorat Keuangan untuk bisa mengorkestrasikan resources yang ada di seluruh anggota group untuk bisa bergerak bersama agar bisa berkontribusi terhadap pencapaian target RKAP.

Kontribusi bisa dilakukan dalam bentuk efisiensi, business process reengineering, percepatan Capex yang bisa menghasilkan dan meningkatkan pendapatan atau yang bisa mengkonversikannya menjadi strategic investor sehingga tidak perlu keluar Capex. Inovasi–inovasi semacam itu yang kami dorong terus kepada seluruh group untuk bisa keluar dari business as usual, keluar dari ordinary proses yang ada. Come up dengan inovasi-inovasi, business process yang baru, serta operating model yang baru yang bisa memberikan result dan value creation bagi group. Direktorat Keuangan harus bisa menjadi value driver bagi seluruh kekuatan bisnis di lingkungan Pertamina Group.

Bagaimana upaya Direktorat Keuangan melakukan supervisi terhadap keuangan subholding , anak perusahaan dan afiliasi Pertamina lainnya? 

Tiap bulan kami rutin mengadakan konsultasi dengan subholding, anak perusahaan dan afiliasi untuk menilai laporan keuangannya. Dari situ kami juga bedah kinerja masing-masing subholding dan anak-anak di bawahnya.

Tentunya usai legal endstate kami akan mendelegasikan kepada subholding untuk bisa close monitoring ke anak-anak di bawahnya sehingga monitoring bisa dilakukan lebih berlevel/layering agar semua kinerja termonitor lebih baik. Sekarang, kami di holding melakukan supervisi dan memonitor kinerja secara konsolidasi.

Jadi kami lebih mengintegrasikan perspektif dan menyinergikan antargrup. Kami bisa create sinergi antar-subholding. Tiap bulan kami akan lakukan konsolidasi secara grup. Dari situ kita bisa mengidentifikasi potensi, perbaikan dan optimasi proses yang bisa dilakukan dari waktu ke waktu untuk perbaikan ke depannya. Dengan demikian holding bisa lebih kepada strategic monitoring, tidak lagi day to day operation.

Apa harapan Ibu terkait dengan peran yang dijalankan Direktorat Keuangan ke depannya? 

CFO di era masa kini tidak lagi sebagai ordinary CFO, tapi CFO juga sekaligus menjadi value driver. CFO menjadi strategic business partner kepada seluruh direktorat dan lini bisnis dalam group. Sebagai value driver, kami tidak lagi hanya pasif dalam mengumpulkan, melaporkan, dan menyajikan data. Tapi kita harus mampu mengolah data menjadi suatu informasi, menjadi suatu trigger untuk rencana kerja ke depan.

Itulah yang harus kami berikan, menjadi value bagi seluruh lini bisnis. Jadi kami meng-create value dari data yang kami olah menjadi satu informasi yang akhirnya men-generate value creation. Itu yang kami harapkan dari seluruh tim di Direktorat Keuangan. Jadilah perwira yang memiliki mentalitas, agility dan kemampuan penilaian yang dapat menjadi trigger suatu action plan yang bisa disikapi dan menjadi strategi bagi seluruh subholding dan lintas subholding.•STK

               sumber: https://epaper.pertamina.com/energia/28-juni-2021/management-insight/we-are-on-the-right-track

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menimbang Opsi Penyelamatan Garuda via Restrukturisasi

Publik mengetahui bahwa salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) flagship kebanggaan Indonesia, PT Garuda Indonesia (Persero) T...